Jadilah Proaktif
"Kualitas kehidupan kita 10% ditentukan oleh apa yang terjadi pada diri kita, dan 90% ditentukan oleh bagaimana kita menanggapi kejadian-kejadian tersebut." Dalam literatur manajemen dan self development yang ditulis sejak awal tahun 90-an istilah proaktif makin banyak digunakan. Secara agak khusus istilah proaktif "menggeser" kata inisiatif, karena memiliki pengertian yang lebih kaya, lebih lengkap, lebih luas, lebih dalam.
Menurut Stephen Covey, salah seorang tokoh yang mempopulerkan istilah ini, proaktif didefinisikan sebagai kekuasaan, kebebasan, dan kemampuan untuk memilih respons-respons kita terhadap apa yang terjadi menimpa diri kita berdasarkan nilai-nilai yang kita anut. Lawan kata proaktif adalah reaktif, yakni ketidakberdayaan dan ketidakbebasan serta ketidakmampuan memilih respons terhadap apa yang terjadi pada dirinya dan/atau ketidakjelasan mengenai nilai-nilai yang kita anut.
Seseorang dikatakan proaktif apabila ia mengambil inisiatif untuk bertindak, berpikir positif terhadap apa yang telah terjadi, dan menerima tanggung jawab atas tindakannya. Sementara orang reaktif tidak berinisiatif, berpikir negatif, dan menolak tanggung jawab—karena merasa bahwa pihak atau hal lain di luar dirinyalah yang bertanggung jawab (baca: selalu mencari kambing hitam).
Meski secara teoritis manusia proaktif dan manusia reaktif dapat dibedakan secara gamblang,
namun dalam kehidupan sehari-hari pembedaan tersebut tidak mudah dilakukan. Hal ini terutama
disebabkan karena tidak seorang pun dapat dikatakan proaktif 100% atau reaktif 100%. Atau tidak seorang pun yang dapat mengklaim bahwa responsnya selalu proaktif atau reaktif melulu, sepanjang waktu, 24 jam sehari, 7 hari seminggu, nonstop.
Mereka yang 100% proaktif mungkin malaikat (bukan manusia) dan mereka yang 100% reaktif adalah binatang (juga bukan manusia). Dalam sejarah, orang-orang yang disebut proaktif (misalnya: Mahatma Gandhi, Abraham Lincoln, Bung Karno, Victor Frankl, Nelson Mandela, dll.) sesungguhnya lebih tepat disebut sebagai orang-orang yang memiliki proaktivitas Memhangkitkan Roh Keberhasilan tinggi. Mereka memberikan respons-respons proaktif dalam banyak - aspek kehidupan mereka (ekstensitasnya) dengan kualitas tinggi (intensitasnya). Artinya, dari 10 kejadian yang menimpa hidup mereka, 9 di antaranya ditanggapi secara proaktif.
Meminjam konsep Covey, mereka yang disebut proaktif itu dapat memiliki proaktivitas tinggi karena mengembangkan karunia-karunia Tuhan yang diberikan secara khusus kepada manusia, yakni: kesadaran diri, had nurani, kehendak bebas, dan daya imajinasi kreatif. Kesadaran diri adalah kemampuan kita untuk mengambil jarak terhadap diri sendiri dan menelaah pemikiran kita, motif-motif kita, sejarah kita, naskah hidup kita, maupun kebiasaan dan kecenderungan kita—melepas "kaca mata" kita dan melihatnya. Kesadaran diri merupakan fokus dari gerakan penyembuhan, psikoanalisis (Sigmund Freud, dkk.), dan lebih-lebih psikoterapi (Victor Frankl, dkk.).
Hati nurani menghubungkan kita dengan kearifan jaman dan kebijaksanaan hati, merenungkan prinsip dan praktek, memahami bakat-bakat dan menentukan misi hidup kita. Hati nurani merupakan fokus agama, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, moralitas, dan etika.
Kehendak bebas adalah kemampuan untuk bertindak atau memilih tindakan, kemampuan memberikan tanggapan berdasarkan kesadaran diri, hati nurani, dan visi kita. Kehendak bebas merupakan fokus pendekatan kekuatan kehendak di mana ada kemauan di situ ada jalan, tiada.
derita tiada prestasi (no pain no gain).
Imajinasi kreatif adalah kemampuan untuk meneropong keadaan di masa yang akan datang, untuk menciptakan sesuatu dalam benak kita, dan memecahkan masalah secara sinergetik. Imajinasi kreatif adalah fokus dari gerakan visualisasi dan kekuatan pikiran—positive thinking (Vincent Peale, dkk.), possibility thinking (Robert Schuller, dkk.), lateral thinking (Edward de Bono), psycho-cybernetics (Maxwell Malzt), Neum-Linguistic Programming NLP yang kemudian dfrevisi menjadi Neuro-Associated Conditioning!^ A.^. (Anthony Robbins, dkk.), dsb. Empat hal tersebut di atas merupakan karunia Tuhan yang diberikan kepada manusia agar manusia dapat mengalami kepenuhannya sebagai
manusia ciptaan Tuhan. Binatang tidak memiliki hal-hal tersebut. Karenanya tidak ada respons kambing, anjing atau monyet sekalipun yang dapat disebut proaktif. Binatang diciptakan sebagai makhluk yang reaktif. Mereka tidak memiliki Membangkitkan Roh Keberhasilan kesadaran diri (bahwa mereka ada di sini dan kini), tak punya hati nurani (benar salah, etis dan tak etis tak pernah mereka pikirkan), tak memiliki kekuatan kehendak dan tak mampu berimajinasi secara kreatif (tak dapat berkhayal dan melamun). Orang reaktif menggunakan bahasa yang berbeda dengan orang yang proaktif. Orang reaktif sering mengatakan, misalnya: "Tak ada yang bisa saya lakukan", "Begitulah saya", "la membuat saya sangat marah", "Saya harus ...", atau "Hanya jika , saya akan ". Orang proaktif lebih suka menggunakan ungkapan seperti: "Mari kita lihat alternatif alternatif yang ada", "Saya dapat memilih pendekatan yang berbeda", "Saya lebih suka", "Saya akan ...", dst.
Uraian Covey memiliki persamaan denganapa yang disinggung oleh M. Scott Peck dalam bukunya The Road Less Travelled (1985). Dalam bab mengenai disiplin, sebagai sarana, teknik, dan cara menghadapi penderitaan hidup yang konstruktif, Peck menjelaskan empat unsur disiplin: menunda kepuasan (delaying gratification), menerima tanggung jawab (acceptance of responsibility), menjunjung tinggi kebenaran (dedication to the truth or reality), dan menyeimbangkan (balancing). Hanya dengan menjalani disiplin,
menurut Peck, orang bertumbuh menjadi dewasa secara mental dan spiritual. Dalam uraian mengenai acceptance of responsibility, Scott Peck memberikan contoh-contoh mengenai mereka yang tidak sehat-jiwa, yakni mereka yang neurosis dan yang mengalami character disorder.
Orang-orang neurosis dikenali dengan ungkapan- ungkapannya, seperti: "Saya seharusnya", atau "Saya mestinya", atau "Saya seharusnya tidak". Mereka cenderung untuk menyalahkan diri sendiri
dan menyesali diri secara berlebihan. Mereka yang mengidap character disorder (sakit jiwa?), berkata, "Saya tidak mampu", atau "Saya dulu tidak bisa", atau "Saya terpaksa", "Saya harus".
Orang-orang ini melihat dunia luarlah yang bertanggung jawab, orang lain atau lingkungan sekitarlah yang memaksa mereka berbuar demikian.Ungkapan reaktif menunjukkan gejala yang disebut Peck sebagai neurosis maupun character disorder. Keduanya menunjukkan ketidakmatangan jiwa dan spiritual. Keduanya menjadi akar penyebab keinginan bunuh diri pasien-pasien yang dilayani psikiater ini. Jadi, menjadi proaktif sesungguhnya adalah panggilan kemanusiaan untuk menjadi sehat secara mental dan spiritual. Dengan mengembangkan proaktivitas kita' memenuhi derajat kemanusiaan kita setinggi-tingginya, seutuh-utuhnya,sesehat-sehatnya. Dan itulah sebabnya saya senang memberikan pelatihan yang menolong orang-orang mengembangkan proaktivitas yang
telah mereka miliki, sementara pada saat yang sama saya mengembangkan proaktivitas dalam
diri saya sendiri.
0 Response to "Jadilah Proaktif"
Post a Comment